Imam Syafi'i: Biografi Pendiri Mazhab Syafi'i dan Pengaruhnya yang Luas di Asia Tenggara

Orang-orang yang paling ahli dalam bahasa Arab. Imam Syafi’i menimba ilmu dengan berbagai guru, baik yang berkaitan dengan Sya’ir-sya’ir, tata bahaasa maupun sastra-satra Arab maka tak heran ia sangat alhi dalam kebahasaan Arab.

Ketika umurnya mencapai dua tahuun, ibunya membawa ke Hijaz dan ke qabillahnya yaitu penduduk Yaman, karena ibunya Fatimah merupakan keturunan dari suku Azdiyah dan tinggal di suku tersebut. Akan tetapi keyika umurnya mendekati usia 10 tahun, ibunya khawatir kalau nasab anaknya yang mulia dari suku Quraisy akan dilupakan dan dihilangkannya, sehingga ibunya membawa Al-Syafi’i ke Mekah. Perpindahan ini di latar belakangi oleh beberapa hal yaitu:

1. Alasan Pertama

Mekah adalah tanah kelahiran bapak dan nenek moyang Imam Al- Syafi’i maka ibunya ingin anaknya dibesarkan antara keluarga ayahnya yang mempunyai kedudukan sosial yang terpandang dan mendapat berbagai fasilitas dari Baitul Mal, karena administrasi pemerintah pada waktu ia memang menyediakan tunjangan khusus bagi segenap anggota keluarga Quraisy dari keturunan Halim dan Muttalib yaitu keluarga dekat nabi SAW,

2. Alasan Kedua

Karena kota mekkah merupakan tempat ulama, fuqaha’, para penyair dan para sastrawan sehingga Imam Al- Syafi’i dapat berkembang dalam bahasa arab yang murni dan mengambil cabang-cabang keilmuan yang dikehendaki. Walaupunyaman dan palestina itu lebih utama bavgi ibunya karena daerah kaumnya yaitu Azdiyah.

Imam Al- Syafi’i memulaim kegiatannya menuntut ilmu sejak masa kecilnya di Mekah. Walapun ia dibesarkan sebagai anak yatim piatu dalam asuhan ibunya serta hidup dalam kekurangan dan kesempitan, akan tetapi semangat untuk menuntut ilmunya tidak pudar. Sang ibu, Fatimah, mengirimkan Al- Syafi’i untuk belajar ke kuttbah semacam taman kanak-kanak. Dengan kemauan nya yang keras dan dorongan dari ibunya, ia mendatangi para ulama dan menulis apa yang bermamfaat mengenai hak-hal yang penting.

Dari pengembaran ilmiah yang dilakukan, Imam Al- Syafi’i dapat mengenal berbagain macam ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh para ulama mulai pemikiran ulama yang didasarkan pada hadist maupun ra’yu, tetapi ia banyak dipengaruhi oleh corak pemikiran irak yang dijadikan dasar pengembangan mazhabnya pertama kali dimekah, yaitu dengan mengaktifkan kembali halaqah di Mesjid Al-Haram. 

Untuk pendalaman hadist Imam Al- Syafi’i pergi ke madinah dengan berguru kepada Imam Malik Bin Anas, ia mampu menyelesaikan pendidikan dengan baik, hal ini dibuktikan dengan kemampuan menghafal kitap al-Muwatta’ karya Imam Malik yang di baca dengan  di depan sang guru, hal ini membuat kekaguman tersendiri bagi Imam Malik.

Karena merasa masih harus memperdalam pengetahuannya. Ia kemudia pergi ke irak, untuk memperdalam lagi ilmu fiqih, kepada para murid Abu Hanafiah yang masih ada. Dalam perantauannya tersebut,  imam al- Syafi’i sempat mengunjungi persia dan beberapa tempat lain. Pada wakti ia menyusun kitap usul fiqih yang pertama dalam islam yaitu “ar-Risalah”.

Guru Imam Syafi'i

Sebagai pencinta ilmu Al- Syafi’i mempunyai banyak guru, begitu banyaknya guru Imam Al- Syafi’i sehingga Imam Hajar al-Asqalahni menyusun satu buku khusus yang bernama Tawali At-Tasib yang didalamnya disebut nama-nama ulama yang pernah menjadi guru Imam Al- Syafi’i, anatara lain : Imam Muslim bin Khalid, Imam Ibrahim bin Sa’id, Imam Sufyan bin Uyainah, Imam Malik bin Anas, Imam Ibrahim bin Muhammad, Imam Yahya bin Hasan, Imam Waki’, Imam Fudail bin ‘Iyad.

Aktivitas di bidang pendidikan di mulai dengan mengajar di Madinah dan menjadi asisten Imam Malik. Waktu itu usianya sekitar 29 tahun. Sebagai ulama fiqih namanya mulai dikenal, muridnya pun bertandatangan dari berbagai penjuru wilayah Islam. Selain sebagai ulama fiqih ia pun dikenal sebagai ulama ahli hadits, tafsir, bahasa dan sastra Arab, ilmu falak, ilmu usul dan ilmu tarikh.

Imam Al-Syafi’i di gelari Nasir as-Sunnah artinya pembela sunnah karena sangat menjungjung tinggi Sunnah Nabi Muhammad SAW. Abd al-halim al-jundi, menulis buku dengan judul, Al-Imam Al- Al-Syafi’i, Nasir As-Sunnah Wa Wadi’ Al-Usul. Didalamnya di uraikan secara rinci bagaimana sikap dan pembelaan Al-Syafi’i terhadap sunnah. Intinya adalah bahwa Imam Al-Syafi’i sangat mengutamakan sunnah nabi muhammad SAW dalam melandasi pendapat-pendapat dan ijtihadnya. Karena itu ia sangat berhati-hati dalam menggunakan qiyas. Menurutnya, qiyas hanya dapat digunakan dalam keadaan terpaksa yaitu dalam masalah mu’amalah kemalarakatan yang tidak didapati nassnya secara pasti dan jelas dalam al-Quran atau Hadist sahih, atau di jumpai dalam ijma’ sahabat. Qiyas sama sekali tidak di benarkan dalam urusan ibadah. Dalam penggunaan qiyas, Al-Syafi’i menegaskan bahwa harus di perhatikan nas-nas Al-Quran dan sunnah yang telah ada.

Imam Syafi'ie di Baghdad

Imam Al-Syafi’i tinggal di Baghdad selama 2 tahun. Atas wewenang yang diberikan gurunya, Muslim bin Khalid az-Zanji seorang ulama besar yang menjadi Mufti di Mekah Imam Al-Syafi’i mengeluarkan fatwa-fatwa selama tinggal di Baghdad. Pendapat-pendapat Imam Al-Syafi’i yang difatwakan tersebut dinamakan dengan qaul qadim. Ketika itu, pengaruh mazhab Al-Syafi’i mulai tersebar luas dikalangan masyarakat, kemudian untuk sementara waktu dia terpaksa pergi meninggalkan Baghad menuju Makkah untuk memenuhi panggilan hati yang masih haus ilmu pengetahuan.

Pada tahun 198 H. Al-Syafi’i kembali ke Baghdad untuk merwat dan mengembangkan benih-benih mazhab yang telah disebarkan. Pada saat itulah pengaruhnya mengalami perkembangan pesat. Hmpir tidak ada lapisan malarakat Baghdad yang tidak tersentuh oleh roda pemikirannya, dan diantara pilar-pilar pendukung mazhab Al-Syafi’i yang masyhur adalah Ahmad bin Hanbal, az-Za’farani, Abu Saur, al-Karabisi. Keempat orang inilah yang tercatat sebagai periwayat qaul qadim yang tertuang dalam kitap al-Hujjah.

Kemudian Al-Syafi’i merasa terpanggil untuk memperluas lagi mazhabnya, dengan berbekal semangat dan tekad dia mengembara ke negeri Mesir. Di negeri ini, Al-Syafi’i meneliti dan menelaah lebih dalam bagi ketetapan fatwa-fatwa selam di Baghdad, kemudian muncul lah rumusan-rumusan baru yang kemudian dikenal dengan istilah qaul jadid yang tertuliusdalam kitap al-imin, al-imla, mjukhtasar muzani dan al-buwaiti. Di antara pendukung dan riwayat qaul jadid yang terkenal adalah: al-Buwaiti, ar-RABI’ al-Jaizi, al-Muradi, al-Harmalah dan Abdullah bin az-Zubair al-Makki. 

Masa muda Al-Syafi’i dihabiskan untuk menuntut ilmu pengetahuan di pusat-pusat ilmu pengetahuan, seperti kota Mekah, Madinah, Kufah, Syam, dan Mesir, beliau mengembara dari satu tempat ke tempat lain untuk mempelajari ilmu tafsir, fiqih, dan hadist kepada guru-guru yang banyak tersebar di berbagai pelosok negerinya.

Guru-guru Al-Syafi’i terdiri dari berbagai aliran. Misalnya sufyan bin Uyainah di Mekah dan Imam Malik bin Anas adalah golongan ahli hadist. Di Irak beliau berguru pada golongan dari ahli ra’yi, aliran Imam Hanafi dan Yaman golongan fiqh aliran mazhab al-Auza’i. Karena bermacam-macam aliran itulah, maka Imam Al-Syafi’i terkenal sebagai Imam yang sangat hati-hati di dalam menentukan hukum serta beliau terkenal sebagai ahli qiyas.

Murid Imam Syafi'ie

Adapun murid-murid beliau tersebar di negeri, di Mekah ada Abu Bakar hal Humaidi, Ibrahim bin Muhammad al-Abbas, Abu Bakar bin Muhammad bin Idris, Musa bin Abi al-Jarud, kemudian di Baghdad, diantara muridnya adalah Hasan as-Sa’bah az-Za’farahni, al-Husai bin Ali al-Kabarisiy, Abu tur al-Kalby dan Ahmad bin Muhammad. Sedangkan di Mesir diantara muridnya adalah al-Buwaiti, Ismail, al-Muzani, Muhammad bin Abdullah bin Abd al-Hakam dan ar-Rabi’ bin Sulaiman.

Karya - Karya Imam Syafi'ie

Sebagai seorang ilmuan yang multi di sipliner, Imam Al-Syafi’i memiliki karya ilmiah yang sangat banyak. Menurut riwayat Imam Abu Muhammad al-Hasan bin Muhammad al-Marwaziry seperti yang di kutip an-Nawawi bahwa karya ilmiah Al-Syafi’i mencapai 113 kitap tentang tafsir, fiqih, kesustraan arab dan lainnya. Metode Imam Al-Syafi’i dalam mengarang buku itu ada yang langsung di tulis sendiri ataupun dengan cara mediktekan kepada murid-muridnya. Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang Imam Al-Syafi’i mulai menulis pendapat-pendapat pemikirannya. Apakah ketika beliau berada di Mekah atau ketika berada di Baghdad. Menurut riwayat yang masyhur, beliau mulai menulis karyanya ketikaa di Mekah sebelum datang ke Irak untuk yang kedua kalinya. Karya-karya beliau terkenal dengan materi yang luas dan analisa yang dalam khususnya ar-Risalah dan al-Umm. Di antara karya-karya, yaitu :

Ar-Risalah

kitap ini merupakan kitap pertama kali yang ditulis ulama dalam bidang usul fiqih, kitap ini di susun dua kali, pertama ketika beliau berada di Baghdad yang kemudian dikenal dengan ar-Risalah al-Qadimah, yang kedua ketika beliau berada di Mesir yang di kenal dengan ar-risalah al-Jadidah. Namun yang sampai kepada kita sekarang adalah ar-Risalah yang kedua.

Kitap al-hujjah

kitap ini termasuk dalam qaul qadim dalam bidang fiqih dan furu’. Karena di susun ketika Imam Al-Syafi’i berada di Baghdad. Isi kitap ini secara umum di tujukan untuk menanggapi pendapat yang di kemukakan oleh ulama Irak khususnya pendapat Muhammad bin al-Hasan.

Al-Musnad

Musnad Al-Syafi’i merupakan kitap yang berisi riwayat hadist-hadist Al-Syafi’i. Sistematika penyusunan dan pembahasan kitap ini mengikuti sistematika kitap-kitap fiqih yakni secara berurutan, diawali dengan masalah ibadah, kemudian manakahah, kemudian masalah jihad, kemudian masalah qada’ dan jinayah, kitap ini termasuk kitap yang diperhatikan ulama hadist pada abad kedua hijriah dan merupakan kitap hadist pertama yang sampai kepada kita yang menggunakan”mi’yar” ilmu hadist.

Kitap al-Umm

kitap al-Umm adalah kitap yang berisi masalah-masalah fiqih yang dibahas berdasarkan pokok-pokok pikiran Imam Al-Syafi’i yang terdapat dalam kitap ar-Risalah, kitap al-Umm ini diriwayatkan oleh ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Muradi.